COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada Desember 2019 dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret 2020. Menurut WHO, COVID-19 ini merupakan virus saluran napas yang sumber penyebaran utamanya adalah melalui cipratan (droplets) dari seseorang terinfeksi COVID-19 ketika batuk atau bersin, atau cairan/cipratan liur atau cairan yang keluar dari hidung. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan kebersihan jaluran napas, salah satunya dengan menggunakan masker.
Penggunaan masker ini menjadi fenomena unik yang diciptakan oleh COVID-19. Bagaimana tidak? Setiap aktivitas terutama yang dilakukan di luar rumah pasti tidak lepas dari penggunaan masker. Hal ini dilakukan demi terhindar dari penularan COVID-19 yang berada di tengah-tengah kita. Semakin banyak orang yang menggunakan masker, artinya juga harus diimbangi dengan pesediaan masker yang berada di pasar. Apa jadinya jika persediaan masker dibiarkan normal seperti sebelum adanya COVID-19 ini padahal permintaan masker di pasar sekarang cukup besar? Ya, hampir semua orang dapat memastikan bahwa harga masker akan melambung.
Harga masker yang melambung ini sebenarnya dapat dijelaskan dengan menggunakan teori ekonomi mikro sederhana tentang terbentuknya harga keseimbangan pasar (equilibrium). Pada kondisi normal posisi permintaan (demand) masker dan penawaran (supply) masker membentuk harga dan jumlah keseimbangan pasar masker.
Kita bandingkan dengan kondisi saat ada COVID-19 di mana permintaan (demand) masker tiba-tiba melonjak/meningkat, namun belum disertai dengan peningkatan pada penawaran (supply). Hal tersebut terlihat dari kurva permintaan (demand) yang bergeser ke kanan, kemudian menyebabkan titik keseimbangan pasar masker bergerak ke kanan atas bukan? Nah, kondisi inilah yang kita rasakan di awal kemunculan COVID-19 harga masker sangat mencengangkan naiknya berlipat. Belum lagi ditambah dengan oknum yang ingin mengambil keuntungan di tengah kesulitan, oknum tersebut membeli masker yang ada di pasaran lalu disimpan (ditimbun) dengan tujuan persediaan masker semakin langka, yang akibatnya seperti dijelaskan dalam teori di atas, harga masker menjadi melambung yang pada gilirannya oknum tersebut berharap ingin mengeruk keuntungan pribadi.
Padahal sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW menentang perilaku menimbun barang. “Rasulullah SAW bersabda, orang yang menimbun barang maka ia berdosa.” Selain itu, juga Hadis Riwayat Imam Ahmad dari Ma’qil bin Yasar r.a “Siapa yang masuk ke dalam (memonopoli) harga (barang-barang) kaum muslimin untuk menaikkan harganya, maka sudah menjadi ketetapan Allah SWT untuk mendudukkanya pada tulang yang terbuat dari api kelak di hari kiamat.”
Oleh karena itu, jauhilah hal yang demikian karena selain merugikan orang lain, juga merugikan diri sendiri terutama di hari akhir. Alhamdulillah sekarang oknum demikian sudah mencapat gancaran oleh pihak berwajib. Dan kondisi keseimbangan pasar masker sudah berangsur membaik dengan melakukan penambahan persediaan masker oleh beberapa produsen. Hal ini secara teori dapat dijelaskan bahwa pergeseran kurva permintaan (demand) ke kanan diikuti pegeseran kurva penawaran (supply) ke kanan pula, sehingga harga keseimbangan masker menjadi terkendali.
Itulah penjelasan teori ekonomi yang dapat kita pelajari dengan melihat fenomena sosial yang terjadi di masyarakat sekarang ini. Tentu masih banyak lagi fenomena dan teori yang dapat kita pelajari dari segala bidang, maka janganlah lelah untuk selalu belajar. Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang selalu beruntung. Aamiin.
Penulis : Taryoko, S.Pd., Gr (Guru Ekonomi dan PKWU)