Yuk Mengenal Sejarah Lokal Mengulas Sejarah : Masjid Tertua di Yogyakarta

Sumber : id.wikipedia.org
Sumber : gudeg.net

 

 

 

 

 

 

 

 

Pernahkah kalian mengunjungi Kotagede? Atau mendengar sebuah daerah di Yogyakarta yang terkenal dengan kerajinan peraknya dan peninggalan kerajaan Mataram Islam, ya pastinya Kotagede. Salah satu peninggalannya yang tertua yakni “Masjid Gedhe Mataram” atau sering disebut “Masjid Agung Kotagede”.  Masjid itulah yang hingga saat ini menjadi Masjid Tertua di Yogyakarta. Berlokasi di selatan kawasan Pasar Kotagede sekarang, tepatnya di Kelurahan Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Bantul.

Secara historis, masjid ini dibangun pada tahun 1587 oleh raja pertama Mataram Islam pada awal kepemimpinannya, yakni Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati. Dengan bentuk ukuran yang kecil sehingga disebut langgar artinya masjid kecil.

Saat Sultan Agung, yang merupakan Sultan Mataram Islam III memimpin Mataram Islam (1613-1645), Mataram Islam mengalami masa jaya. Kasultanan Mataram Islam berkembang pesat, menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara. Pada masa pemerintahannya pula, masjid yang masih berukuran kecil kembali dibangun lebih besar, tepatnya pada tahun 1640.

Sebelum memasuki kompleks masjid, akan ditemui sebuah pohon beringin yang konon usianya sudah ratusan tahun. Karena usianya yang tua, penduduk setempat menamainya “Wringin Sepuh” dan menganggapnya mendatangkan berkah.

Secara keseluruhan, bangunan Masjid ini adalah akulturasi dari Jawa, Islam, Hindu dan Budha. Ciri khas Hindu dan Budha masih tampak jelas mempengaruhi banguan masjid ini seperti gapura yang berbentuk paduraksa. Bangunan inti masjid merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan, cirinya dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi dua, yaitu inti dan serambi.

Keistimewaan lain yang dipunyai masjid ini adalah pada bagian luar, yang terdapat sebuah bedug lama. Bedug dulunya hadiah dari Nyai Pringgit yang sampai sekarang masih terdengar sebagai penanda waktu salat. Mimbar di dalam dari bahan kayu yang diukir indah dapat dijumpai di bagian dalam masjid. Mimbar ini adalah hadiah dari Sultan Palembang kepada Sultan Agung, tetapi mimbar asli tidak dipakai lagi.

Sementara di halaman masjid akan dijumpai perbedaan pada tembok di sekelling bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri batu bata yang ukurannya lebih besar dengan warna merah tua, serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa. Sementara tembok yang lain mempuyai batu bata berwarna agak muda, ukuran lebih kecil, dan polos. Tembok yang di kiri masjid yang dibangun Sultan Agung, tembok lain hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa Sultan Agung berperekat air aren yang dapat membatu sehingga lebih kuat.

Menarik bukan untuk mengunjungi masjid yang kaya akan nilai historis dan filosofis yang patut untuk kita jaga dan kita banggakan. Jika bukan kita yang menjaga dan melestarikan lantas siapa lagi?

SALAM HISTORIA!!

Penyusun         : Dewi Gina Sari Yumna,    S.Pd.

Guru Sejarah Indonesia SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *