Proses pengharaman khamar dilakukan melalui tahapan yang berulang-ulang sebanyak empat kali, hingga turun beberapa ayat dalam Al Quran.
Ketika masalah yang ada berkaitan dengan tauhid atau kemusyrikan, sejak awal Islam bersikap tegas karena tidak ada tawar-menawar dalam hal akidah.
Adapun khamar adalah kebiasaan buruk yang bisa menimbulkan kecanduan, sehingga membutuhkan solusi secara bertahap atau melalui proses.
Pengharaman minuman keras dalam Islam dilakukan secara bertahap menyesuaikan kondisi tempat dan budaya, karena sudah sangat membudaya dan bahkan dilakukan oleh para sahabat Nabi.
Apabila langsung dilarang, maka akan lebih sulit untuk memberantasnya.
Beberapa proses melalui tahap pengharaman sebagai berikut :
Pada tahap pertama, Allah menurunkan ayat tentang khamar yang bersifat informatif.
Surat yang diturunkan dalam pengharaman khamar tahap pertama adalah An-Nahl ayat 67.
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (Q.S. An-Nahl: 67).
Pada tahap kedua, Allah menjelaskan secara lebih lanjut mengenai khamar melalui surat Al-Baqarah ayat 219.
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Q.S. Al-Baqarah: 219)
Melalui ayat tersebut, Allah mengatakan bahwa keburukan yang terdapat pada khamar lebih besar daripada manfaatnya, maka itulah sebab pelarangannya.
Meskipun dalam ayat tersebut belum disebutkan diharamkan atau dilarang secara jelas.
Ketika diturunkan ayat kedua ini, tradisi meminum khamar masih tetap berlangsung, bahkan di kalangan sahabat Nabi.
Mengenai hal ini, Al-Suyuthi memaparkan bahwa Ali bin Ali Thalib menceritakan tentang undangan Abdurrahman bin Auf, di mana mereka berpesta dan diberi jamuan berupa khamar.
Ketika banyak sahabat yang telah meminum khamar, datang waktu salat dan mereka pun salat.
Salah seorang dari mereka yang menjadi imam membuat kesalahan fatal pada saat membaca surat Al-Kafirun, karena dalam kondisi setengah mabuk.
Pada tahap ketiga, turun surat An-Nisa ayat 43 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk.”
Ayat ini secara jelas menjadi jawaban dari apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi, yakni dilarang untuk salat dalam keadaan mabuk.
Selain itu, ayat ini menggerakkan perasaan keagamaan yang logis, bahwa keburukan khamer lebih besar daripada manfaatnya.
Mengenai proses pengharaman ini, Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Tirmidzi meriwayatkan Umar bin Khattab berdoa kepada Allah agar hukum tentang khamar dipertegas.
Tahap keempat
Tahap keempat merupakan jawaban dari doa Umar bin Khattab, di mana Allah menurunkan surat Al-Maidah ayat 90.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah: 90).
Referensi:
- Ash-Shallabi, Ali Muhammad. (2012). Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 (Terjemahan, Faesal Saleh dkk). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
- Irfan, Nurul dan Masyrofah. (2016). Fiqh Jinayah. Jakarta: AMZAH.
Sumber : https://tinyurl.com/yc7fv3c4